Showing posts with label seni budaya. Show all posts
Showing posts with label seni budaya. Show all posts

Contoh Analisis Novel The Notebook Karya Nicholas Sparks Menggunakan Teori Psikoanalis Freud

 Contoh Analisis Novel The Notebook Karya Nicholas Sparks Menggunakan Teori Psikoanalis Freud


Sebelum membahas lebih lanjut mengenai novel The Notebook, berikut ini adalah  sinopsisnya. Dari sinopsis ini diharapkan pembaca mendapat gambaran sekilas mengenai novel yang dibahas dalam tulisan ini.

“Sepasang remaja mengawali cinta musim panas mereka yang berkembang ke dalam hubungan cinta yang intim. Allie Hamilton, putri dari keluarga kaya yang sedang menghabiskan liburan musim panas di North Carolina. Noah Calhoun, cowok kampung yang bekerja di penggergajian, ia cerdas dan puitis. Noah jatuh cinta sejak pertama kali melihat Allie di pasar malam.

Selama liburan, Allie melewatkan hari-hari indah bersama Noah, melakukan hal-hal yang sama sekali baru baginya. Keduanya merasa seakan sudah saling mengenal sejak lama.

Lucunya, sebenarnya mereka tidak cocok dalam banyak hal. Bahkan mereka sangat berbeda dalam segala hal, loh! Selalu terjadi cekcok dan pertengkaran setiap harinya. Tetapi di samping perbedaan-perbedaan itu, mereka memiliki satu persamaan penting, mereka saling mencintai, tergila-gila satu sama lain!

Menjelang akhir musim panas itu, Noah mengajak Allie mengunjungi rumah tua di perkebunan Windsor. Bisa dibilang, rumah ini sudah sangat tidak layak untuk dihuni. Tanpa mempedulikan kerusakannya, dengan pe de, Noah mengatakan pada Allie bahwa kelak Ia akan membeli rumah ini dan memugarnya kembali menjadi rumah besar bercat putih dengan serambi luas di sekitarnya, serta ruang melukis di lantai atas yang menghadap langsung ke danau, sesuai impian Allie. Mereka melewatkan berjam-jam bersama di rumah tua itu, membicarakan segala impian mereka.

Namun sayang, dua sejoli ini terpisahkan oleh Anne, ibunda Allie, yang sangat tidak menyetujui hubungan itu. Anne bukannya tidak menyukai Noah, tetapi karena menganggap cowok miskin itu tak pantas untuk putrinya. Orang tua Allie memutuskan segera kembali ke Charlestown.

Kepergian Allie membawa serta sebagian diri Noah dan seluruh sisa musim panas itu. Noah putus asa dan menyesal tak sempat menahan atau mengantarkan kepergian Allie, justru pertemuan terakhir mereka ditutup dengan pertengkaran.

Noah menulis surat untuk Allie selama 365 hari, setiap hari! Namun sayang, tak sekalipun Ia terima surat balasan. Kedua pasangan itu tak mengetahui bahwa surat Noah tidak pernah disampaikan oleh Anne kepada putrinya.

Akhirnya setelah setahun tanpa berita, Noah memutuskan untuk meninggalkan semua kenangan tentang Allie dan memulai hidup baru, sehingga ia menuliskan surat terakhirnya, surat ke-365.

Noah dan Fin, sahabatnya, memutuskan mengikuti wajib militer Perang Dunia II ke Afrika Utara danEropa. Sementara Allie menjadi relawan merawat tentara korban perang.

PD II memang memang memisahkan mereka, namun kenangan tetap menghantui keduanya.

Allie dibuat jatuh cinta oleh Lon Hommand Jr, tentara yang pernah dirawatnya saat PD II berlangsung. Pria yang akhirnya meminangnya itu benar-benar figur sempurna pilihan orang tua Allie, pria sukses, lucu, cerdas, tampan, dan mempesona.

Saat Lon melamarnya di suatu pesta dansa, Allie menerima dengan sepenuh hati. Namun ia tak mengerti, mengapa di saat dia mengatakan ‘I do’ kepada Lon, wajah Noah hadir dalam benaknya?

Masalah timbul di tengah persiapan pernikahannya, saat Allie melihat foto Noah dengan rumah besar bercat putih hasil kerja kerasnya sendiri, di sebuah harian lokal. Allie merasa harus memastikan perasaannya sebelum mantap dengan keputusan pernikahannya. Ia pun meminta ijin Lon untuk menyendiri beberapa hari dengan alasan menghilangkan tekanan akibat persiapan pernikahan. Kenyataannya, perjalanan itu membawa kembali romantisme antara Allie dan Noah di Seabrook.

“Kenapa kau tak menyuratiku?” tanya Allie di tengah derasnya hujan di tepi danau Bices Creek. “Aku menunggumu selama tujuh tahun!”

Noah keheranan mendengar pertanyaan Allie. Tak terima dengan pertanyaan itu, dengan sedikit emosi Ia menjelaskan tentang 365 surat yang tak pernah berbalas.

Kehadiran Anne di rumah Noah yang memberitakan akan pencarian Lon ke Seabrook membuyarkan berseminya cinta lama Allie pada pria kampung yang tampan itu. Anne berusaha meyakinkan putrinya mengenai keputusannya kembali bersama Noah ini harus dipikirkannya lagi secara matang.

Anne memberi gambaran pada Allie dengan mengajaknya melihat sosok pekerja galian yang tak lain adalah mantan kekasih Anne. Ia pun pernah memiliki cerita cinta yang tak berbeda dengan Allie dan Noah. Seandainya dulu Anne memilih bersama pria itu mungkin kehidupannya akan menyedihkan dan tidak semapan bersama ayah Allie.

Inilah keputusan besar yang harus diambil Allie pula. Ingin tetap bersama pria kampung ataukah bersama Lon yang sukses? Cara Anne memisahkan Allie dengan Noah adalah demi kebaikan putrinya itu.

Noah marah dengan keputusan Allie untuk kembali menemui calon suaminya yang sedang berada di kota kecil itu. Ia menuduh Allie bahwa keputusannya bukan berdasarkan hati tetapi karena keamanan, yaitu ‘uang’.

“Kamu bosan!” seru Noah kepada Allie. “Kamu tidak akan datang ke sini jika tidak ada sesuatu yang hilang! Tak bisakah kamu tinggal denganku?”

Allie tetap bertahan dengan keputusannya, karena merasa akan sia-sia. Ia dan Noah telah kembali cekcok seperti dulu. Tidak ada yang perlu dipertahankan. Ia pun merasa bersalah kepada Lon.

“Aku tidak takut,” kata Noah dengan nada tinggi. “Ini tidak akan mudah, akan sangat sulit, kita akan selalu bertengkar dan baikan, akan selalu begitu, tetapi aku ingin kita lakukan..karena aku menginginkanmu. Aku ingin dirimu seutuhnya, kamu dan aku selamanya.”

Kalimat yang diucapkan Noah dan untaian kalimat dalam surat-surat Noah yang dibawa Anne kepadanya membuat bimbang hati Allie. Bagaimanakah keputusan Allie? Apakah memilih Lon yang sempurna dan bisa menjamin hidupnya ataukah mengikuti kata hatinya, di mana ia merasa seperti di ‘rumah’, di mana ia merasa nyaman?”

Hasil analisis menunjukkan bahwa pergolakan struktur kepribadian yang dialami oleh Noah, sebagai karakter utama dari novel The Notebook. Struktur kepribadian terdiri dari tiga bagian, yaitu Id, Ego, dan Superego. Gangguan psikologi yang terjadi di Noah dimulai ketika ia jatuh cinta dengan seorang wanita bernama Allie. Id Noah digambarkan ketika untuk pertama kali mereka bertemu. Pada saat itu, harapannya mendorong dia untuk mendapatkan gadis itu, ia harus mendapatkan cintanya. Ego Noah yang terjadi setelah menemukan bahwa Allie telah bertunangan dengan pria lain setelah mereka putus. Pada saat itu ia masih membutuhkan Allie. Dia memutuskan untuk tidak menghindari Allie untuk menjauhi pria tersebut. Superego mendorong Noah untuk memberikan batasan baik dan buruk dalam mengambil tindakan. Dia tahu bahwa jika dia masih menyimpan keinginannya untuk mendapatkan Allie, lebih jauh lagi, ia masih sangat merindukannya, tapi dia tahu itu tidak baik mengambil tunangan dari seseorang, hal itu melanggar nilai moral. Fungsi Id dan Superego di Noah mengarah pada pergolakan struktur kepribadian, dimana Id mendorong Ego untuk mewujudkan keinginannya maka Superego mendorong Ego mempertimbangkan nilai moral daripada kesenangan yang singkat. Noah menggunakan mekanisme pertahanan bernama perpindahan dan submilasi untuk memelihara ego.

Bagikan ke WhatsApp

Tujuan Psikologi Sastra dan Cara Menerapkan Teori Sastra Psikologi

 Tujuan Psikologi Sastra dan Cara Menerapkan Teori Sastra Psikologi

Tujuan Psikologi Sastra

Tujuan utama dari psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terdapat dalam sebuah tulisan. Secara hakiki, karya sastra memberikan cara untuk memahami perubahan, kontradiksi dan berbagai penyimpangan dalam masyarakat, terutama dalam kaitannya dengan kondisi kejiwaan.

Wellek dan Warren (1962:81) menyebut ada dua macam analisa psikologis, yaitu analisa psikologi yang hanya berhubungan dengan pengarang dan  studi psikologi dalam kaitannya dengan inspirasi dan ilham. Dalam penelitian yang dilakukan, psikologi sastra lebih memperhatikan hal kedua karena membahas psikologi dalam hubungannya dengan aspek kejiwaan dari tokoh-tokoh dalam karya sastra tersebut.

Sehubungan dengan pengertian tersebut, maka penelitian psikologi sastra dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama adalah dengan menggunakan pemahaman terhadap hokum-hukum psikologi yang lalu diaplikasikan sebagai metode analisa terhadap sebuah karya sastra. Sementara itu, cara kedua adalah dengan menetapkan karya sastra yang akan digunakan sebagai objek penelitian lalu baru menetapkan hukum-hukum psikologi yang relevan untuk menganalisa.

Cara Menerapkan Teori Sastra Psikologi

Sebuah karya sastra merupakan kisahan yang senantiasa bergumul dengan para tokoh fiksional yang diciptakan oleh si pengarang. Agar ceritera lebih menarik, si pengarang kerap kali menampilkan perilaku para tokoh dengan kepribadian yang tidak lazim, aneh, atau abnormal, sehingga menimbulkan berbagai perasaan bagi para pembaca. Tidak jarang para pembaca bertanya-tanya, mengapa si tokoh berperilaku demikian, apa yang terjadi pada dirinya, apa penyebabnya, dan apa pula akibat dari semua ini. Bahwasanya masalah perilaku mungkin saja terkait dengan masalah kejiwaan, maka kisahan semacam ini dapat merupakan masalah psikologis.

Selama ini telaah karya sastra melalui pendekatan Psikologi Sastra sering diperdebatkan karena kerap kali hakikat sastra menjadi hilang, telaah sastra seakan-akan menjadi telaah Psikologi. Oleh karena itu, agar telaah sastra psikologis tidak meninggalkan hakikat analisis suatu karya sastra, maka pencerminan berbagai konsep psikologi di atas perlu disampaikan melalui metode perwatakan yang biasa digunakan dalam telaah sastra. Metode-metode tersebut misalnya, telling (langsung), showing (tidak langsung), gaya bahasa bahasa (figurative language): simile, matafor, personifikasi, dan sudut pandang (point of view).

1)    Metode Telling dan Showing

Metode telling mengandalkan pemaparan watak tokoh pada eksposisi dan komentar langsung dari pengarang.melalui metode ini keikutsertaan atau turut campurnya pengarang dalam menyajikan perwatakan tokoh sangat terasa, sehingga pembaca memahami dan menghayati perwatakan tokoh berdasarkan paparan pengarang. Metode langsung atau Direct Method (telling) mencakup : karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh, karakterisasi melalui penampilan tokoh, dan karakterisasi melalui tuturan pengarang ( Minderop, 2005:8)

Metode Showing (tidak Lamgsung) memperlihatkan pengarang menempatkan diri diluar kisahan dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh untuk menampilkan perwatakan mereka melalaui dalog dan action. Metode Showing mencakup : dialog dan tingkah laku, karakterisasi melalui dialog.

2)    Teknik Sudut Pandang (Point Of View)

Sudut Pandang (SP) merupakan salah satu unsur fiksi yang dapat digolongkan sebagai sarana cerita. pemilihan Sudut Pandang tidak saja akan mempengaruhi penyajian cerita, tetapi juga mempangaruhi alur cerita.

Sudut Pandang sendiri memiliki pengertian sebagai cara pengarang menempatkan dirinya di dalam cerita. Dengan demikian, Sudut Pandang pada hakikatnya merupakan teknik yang sengaja dipilih penulis untuk menyampaikan gagasan dan ceritanya, melalui kaca mata tokoh atau tokoh-tokoh dalam ceritanya.

3)    Gaya Bahasa (Simile, Metafor, Personifikasi dan Simbol)

a)    Simile adalah perkataan perbandingan untuk subjek dan objek yaitu perkataan : macam, bak, bagai, umpama, seperti, laksana.

Contoh:

·      Mukamu keras macam batu.

·      Tinggi bagaikan gunung.

·      Umpama mimpi dalam igauan.

 

b)    Majas Metafora adalah majas perbandingan yang membandingkan secara langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hampir sama

Contoh:

·      Raja singa telah pergi kepereduannya

·      Raja hutan kembali ke dengan gagah perkasa

·      Dewi malam telah keluar dari balik awan

 

c)    Majas personifikasi adalah majas yang membandingkan sesuatu dari benda mati seolah-olah menjadi benda hidup.

Contoh:

·      Hatiku meloncat dari hatinya kepada hatimu

·      Angin berbisik menyampaikan salamku kepadanya

·      Penggaris menari di atas meja belajar

 

d)    Simbol dalam kesusastraan dapat berupa ungkapan tertulis, gambar, benda, latar, peristiwa, dan perwatakan yang biasanya digunakan untuk memberi kesan dan memperkuat makna dengan mengatur dan mempersatukan arti secara keseluruhan. Terdapat simbol yang dikenal seperti : Winter (musim salju) melambangkan usia senja, Spring (musim semi) lambang kemudaan, summer (musim panas) simbol kedewasaan, dan autumn (musim gugur) melambangkan keredupan. Kemudian lamb (domba muda) lambang keluguan / kesucian, lion (singa) lambang keberanian, fire (api) simbol kekuatan dan rock (karang) lambang ketegaran.

Bagikan ke WhatsApp

Hubungan Teori Sigmund Freud Dengan Sastra

 Hubungan Teori Sigmund Freud Dengan Sastra


Teori psikologi yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologi atau yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Psikoanalisis Sigmund Freud (Ratna, 2004:62 dan 344). Menurut Freud (2002:3), psikoanalisis ialah sebuah metode perawatan medis bagi orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Psikoanalisis merupakan suatu jenis terapi yang bertujuan untuk mengobati seseorang yang mengalami penyimpangan mental dan syaraf.

1)      Teori Kepribadian Psikoanalis oleh Sigmund Freud

Freud (lahir di Freiberg pada tahun 1856 dan meninggal di London tahun 1939) memulai karir psikoanalitisnya pada tahun 1896, setelah beberapa tahun Freud buka praktik dokter. Karena setelah beberapa tahun ia menjadi dokter, Freud tidak pernah merasa puas dengan cara ia mengobati pasien, Freud berpikir untuk merubah cara pengobatan pasien. Jika selama menjadi dokter ia mencoba melakukan terapi medis, Freud berpikir melakukan semacam upaya psikoterapeutik untuk sebagian besar pasiennya yang ternyata lebih banyak mengalami tekanan jiwa. Terapi itu disebutnya sebagai Psikoanalisis. Psikoanalisis adalah disiplin ilmu yang dimulai sekitar tahun 1900-an oleh Sigmund Freud. Teori psikoanalisis berhubungan dengan fungsi dan perkembangan mental manusia. (Minderop, 2010:10)

Psikoanalisis, mendasarkan pemikirannya pada proses bawah sadar yang membetuk perilaku dan segala penyimpangan perilaku sebagai akibat proses tak sadar. Psikoanalisis tidak bertujuan atau mencari apapun kecuali penemuan tentang alam bawah sadar dalam kehidupan mental. (Freud, 2002:424)

1.    Alam Bawah Sadar

Freud menyatakan bahwa pikiran manusia lebih dipengaruhi oleh alam bawah sadar (unconscious mind) ketimbang alam sadar (conscious mind). Ia melukiskan bahwa pikiran manusia seperti gunung es yang justru sebagian terbesarnya ada di bawah permukaan laut yang tidak dapat ditangkap dengan indera. Ia mengatakan kehidupan seseorang dipenuhi oleh berbagai tekanan dan konflik; untuk meredakan tekanan dan konflik tersebut manusia rapat menyimpannya di alam bawah sadar.

Freud merasa yakin bahwa perilaku seseorang kerap dipengaruhi oleh alam bawah sadar yang mencoba memunculkan diri, dan tingkah laku itu tampil tanpa disadari. (Minderop, 2010: 13)

Menurut Freud, hasrat tak sadar selalu aktif, dan selalu siap muncul. Kelihatannya hanya hasrat sadar yang muncul, tetapi melalui suatu analisis ternyata ditemukan hubungan antara hasrat sadar dengan unsur kuat yang datang dari hasrat taksadar. Hasrat yang timbul dari alam taksadar yang direpresi selalu aktif dan tidak pernah mati. (Minderop, 2010: 15)

Freud menghubungkan kondisi bawah sadar dengan gejala-gejala neurosis. Aktivitas bawah sadar tertentu dari suatu gejala neurosis memiliki makna yang sebenarnya terdapat dalam pikiran. Namun, gejala neurosis tersebut akan diketahui setelah gejala tersebut muncul ke alam sadar yang sesungguhnya merupakan gambaran gejala neurosis yang diderita seseorang di alam bawah sadarnya. (Freud, 2002: 297)

2.    Teori Mimpi

Mimpi adalah fenomena mental. Dalam mimpi, fenomena mental adalah ucapan dan perilaku orang yang bermimpi, tapi mimpi orang tersebut tidak bermakna bagi kita dan kita juga tidak bisa memahaminya. (Freud, 2002:97)

Namun, dalam kasus mimpi, orang bermimpi selalu mengatakan dia tidak tahu apa makna mimpinya. Tapi, Freud menyakini bahwa ada kemungkinan, bahkan cukup besar, bahwa orang yang bermimpi tersebut me ngetahui apa makna mimpinya, hanya saja dia tidak tahu bahwa dia mengetahuinya sehingga dia mengira dirinya tidak tahu apa-apa. (Freud, 2002:98)

Freud percaya bahwa mimpi dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Menurutnya, mimpi merupakan representasi dari konflik dan ketegangan dalam kehidupan kita sehari-hari. Demikian hebatnya derita karena konflik dan ketegangan yang dialami sehingga sulit diredakan melalui alam sadar, maka kondisi tersebut akan muncul dalam alam mimpi tak sadar. (Minderop, 2010:17)

Alam mimpi merupakan bagian ketidaksadaran manusia yang memberikan kebebasan tak terbatas meski simbolisasi dalam mimpi mendapatkan pertentangan oleh dunia realitas, karena dalam mimpi, si pemimpi tidak dapat membatasi impian yang akan dimunculkan. Mimpi sebagai perilaku ketidaksadaran, dalam kesadaran muncul dalam bentuk lamunan. Lamunan tidak harus selalu tidur karena lamunan bawah sadar juga ada. Lamunan bawah sadar serupa dengan sumber mimpi dari gejala neurosis. (Freud, 2002:405)

2)      Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud

Tingkah laku menurut Freud, merupakan hasil konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian (id, ego dan super-ego). Faktor-faktor yang memengaruhi kepribadian adalah faktor historis masa lampau dan faktor kontemporer, analoginya faktor bawaan dan faktor lingkungan dalam pembentukan kepribadian individu.

Selanjutnya Freud membahas pembagian psikisme manusia :

·  Id (terletak dibagian tak sadar) yang merupakan sumber energi psikis.

·  Ego (terletak di antara alam sadar dan tak sadar) yang bertugas sebagai penengah yang mendamaikan tuntutan dan larangan super-ego.

·  Super-ego (terletak sebagian di bagian sadar dan sebagian lagi di bagian taksadar) bertugas mengawasi dan menghalangi pemuasan yang merupakan hasil pendidikan dan identifikasi pada orang tua.

Bagikan ke WhatsApp

Sejarah Perkembangan Psikologi Sastra

 Sejarah Perkembangan Psikologi Sastra

Sejak zaman Yunani Kuno, sudah banyak yang menaruh perhatian terhadap kebesaran para ahli pikir dan pujangga waktu itu. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang luar biasa, yang berbicara dan bertingkah laku di luar kesadarannya. Lalu, banyak di antaranya yang menghubungkannya, bahwa yang dialami para pujangga itu adalah keadaan antara neurotik dan psikosis.

Tokoh yang pertama memperkenalkan dasar pendekatan psikologi ini adalah Aristoteles (384-322 SM). Meskipun dia lebih dikenal sebagai filsuf dan tokoh formalisme, dalam karya Poetica-nya, Aristoteles telah memakai istilah katharsis untuk menggambarkan luapan emosi pengarang yang terungkapkan dalam karyanya. Gejala psikis ini yang lalu dipakai salah satu penyelidikan psikologis sastra.

Latar belakang munculnya pendekatan psikologi sastra disebabkan oleh meluasnya perkenalan sarjana-sarjana sastra dengan ajaran-ajaran Freud yang mulai diterbitkan dalam bahasa Inggris, terutama The Interpretation of Dreaming (Penafsiran Mimpi) dan Three Contributions to a Theory of Sex (Tiga Karangan tentang Teori Seksualitas) dalam dekade menjelang perang dunia (Hardjana, 1984:59).

Pendekatan psikologi sastra antara lain dirintis oleh I.A. Richards, melalui bukunya yang berjudul Principles of Literary Criticism (1924). Dalam buku tersebut Richards mencoba menghubungkan kritik sastra dengan uraian psikologi sistematik. Dijelaskan olehnya pengertian hakikat pengalaman sastra yang terpadu, sebagaimana diajarkan oleh psikologi Gestaltt dan pembaharuan bahasa kiritik sastra. Menurutnya, bahasa kritik sastra mendukung pandangan bahwa karya sastra sebagai suatu objek estetik tidak mempunyai pengaruh, sebab karya sastra tidak lain adalah sebuah pengalaman pribadi pembacanya (Hardjana, 1984: 60).

Richards menentang idialisme estetik atau pendirian “seni untuk seni” dengan mementingkan daya komunikasi karya seni. Menurutnya, seni berarti hanyalah seni yang mampu berkomunikasi. Dalam hal ini nilai karya seni terletak pada kemampuannya menjalin sikap-sikap yang saling bertentangan secara efisien. Oleh pandangannya tersebut, Richards disebut sebagai bapak poetika ketegangan oleh Wimsatt dan Brooks. Dalam hal ini karya seni (termasuk sastra) haruslah mendamaikan pertentangan atau nilai-nilai yang saling berlawanan, seperti baik buruk, jahat berbudi, dan sebagainya.

Bagikan ke WhatsApp

Pengertian Psikologi Sastra

Pengertian Psikologi Sastra


Wellek dan Austin (1989), Psikologi secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Sedangkan sastra adalah ilmu tentang karya seni dengan tulis-menulis. Maka jika diartikan secara keseluruhan, psikologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra dari sudut kejiwaannya. Ratna (2004:340)

Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang . Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).  Namun didasarkan pada pendekatan psikologis lebih dekat dengan pengarang dan karya sastra maka lebih berhubungan pada tiga gejala utama yaitu, pengarang, karya sastra dan pembaca  Ratna (2004:61) .Maka pendekatan psikologis sastra pada pengarang lebih pada pada pendekatan ekspresif, yaitu kepengarangan. Pada karya sastra lebih pada pendekatan objektif. 

Menurut Ratna (2004:350), “Psikologi Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis”. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam menganalisis sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam karya sastra. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi Sastra”. Artinya, dengan meneliti sebuah karya sastra melalui pendekatan Psikologi Sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan psikologi karena dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut.

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai psikologi sastra,  dapat ditarik benang merah mengenai definisi psikologis satra yaitu kajian teori konsep psikologi yang diterapkan pada karya sastra pada pengarang dan penokohan. Namun dalam terapannya psikologis sastra lebih memberikan pada unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra.

Psikologis sastra tidak bermaksud untuk memecahkan masalah psikologis praktis seperti kejiwaan manusia. Namun memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra. Meskipun demikian psikologi sastra tidak terlepas dalam kebutuhan masyarakat. Secara tidak langsung karya sastra memberikan pemahaman dan inspirasi terhadap masyarakat.

Psikologi sastra merupakan salah satu kajian sastra yang bersifat interdisipliner, karena memahami dan mengkaji sastra dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yanga ada dalam psikologi.

Psikokogi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian, yaitu studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi, proses kreatif, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan mempelajari dampak sastra pada pembaca.

 

Bagikan ke WhatsApp

Latar Belakang Masalah Teori Psikologi Sastra

Latar Belakang Masalah Teori Psikologi Sastra

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam kehidupannya, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori atau sistem berpikir tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori serta sistem berpikir manusia. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping sastra harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang kehidupan umat manusia (Semi, 1993:8).

Setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu lainnya.Ia mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri yang berbeda dengan lainnya. Namun demikian, manusia hidup tidak lepas dari manusia lain. Pertemuan antarmanusia yang satu dengan manusia yang lain tidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik antara individu, kelompok maupun anggota kelompok serta antara anggota kelompok yang satu dan anggotakelompok lain. Karena sangat kompleksnya, manusia juga sering mengalami konflik dalam dirinya atau konflik batin sebagai reaksi terhadap situasi sosial di lingkungannya. Dengan kata lain, manusia selalu dihadapkan pada persoalanpersoalan hidup. Manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya tidak terlepas dari jiwa manusia itu sendiri. Jiwa di sini meliputi pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khalayak dan jiwa itu sendiri (Walgito, 1997:7).

Telaah Drama Death of Salesman (1949) karya Arthur Miller

 

Telaah Drama

Death of Salesman (1949) karya Arthur Miller

1.     Act 1

Willy Loman tinggal di sebuah rumah di New York City bersama istrinya, Linda. Dia adalah pria yang hidupnya berantakan dan dia tidak tahu bagaimana menghadapi perubahan yang harus dia alami. Dia adalah seorang salesman yang telah bekerja di perusahaan yang sama selama 36 tahun. Karena dia tidak lagi produktif sebagai wiraniaga seperti dulu, gajinya diturunkan.

Hal tersebut membuatnya stress. Dia tidak bisa berkonsentrasi mengemudi lagi, yang membuatnya melakukan kesalahan seperti melintasi garis pemisah antara jalur di jalan dan berhenti pada lampu hijau dan berjalan pada lampu merah. Dia harus pergi ke Boston dan Portland untuk melakukan penjualan.

Dia mulai berhalusinasi tentang hidupnya, sebelum semuanya berantakan. Dia berpikir tentang kedua anak laki-lakinya, Biff dan Happy, sebagai anak remaja. Dia bangga dengan prestasi Biff dalam olahraga dan popularitasnya di sekolah menengah. Dia tidak senang pada Happy, tapi dia masih bangga padanya. Dia memiliki harapan yang tinggi untuk putra-putranya, terutama Biff. Biff direkrut oleh tiga perguruan tinggi untuk bermain olahraga untuk mereka, tetapi nilai Biff sangat buruk sehingga dia bisa saja tidak lulus. Happy menghabiskan waktunya untuk mencoba mendapatkan perhatian dari ayahnya, dengan mengatakan kepadanya bahwa ia telah kehilangan berat badan.

Telaah Drama Waiting For Godot (1948) karya Semuel Beckett

 

Telaah Drama 
Waiting For Godot (1948) karya Semuel Beckett

1.     Act 1

Latar belakang drama adalah pada malam hari, di suatu jalan di pedesaan dimana tersapat sebuah pohon berdiri. Estragon sedang berusaha untuk melepaskan sepatu botnya, tetapi ia tak kunjung berhasil. Vladimir masuk dan menyapa Estragon, kemudian dia memberi tahu Estragon bahwa dia menghabiskan malam tidur di parit tempat dimana dia dikroyok. Dengan sekuat tenaga, Estragon berhasil melepas sepatu botnya. Estragon kemudian melihat ke dalam sepatunya jika ada sesuatu didalamnya, sementara Vladimir melakukan hal yang sama dengan topinya.

Vladimir tibba-tiba menyebutkan tentang dua pencuri yang disalib di sebelah Kristus. Dia bertanya pada Estragon apakah dia tahu Injil. Estragon memberikan deskripsi singkat tentang peta Holy Land di mana Vladimir mengatakan kepadanya bahwa dia seharusnya menjadi seorang penyair. Estragon menunjukkan pakaiannya yang compang-camping dan mengatakan bahwa dulu dua memang merupakan seorang penyair. Vladimir melanjutkan dengan narasinya tentang dua pencuri.

Estragon ingin pergi tetapi Vladimir memaksanya untuk tinggal karena mereka berdua menunggu Godot untuk tiba. Kedua dari gelandangan tersebut sebenarnya tak tahu kapan Godot akan tiba, atau bahkan jika mereka menunggu di tempat yang tepat. Kemudian terungkap bahwa mereka bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya mereka minta pada Godot.

Telaah drama Inggris The Importance of Being Earnest (1895) karya Oscar Wilde

 Telaah drama Inggris 
The Importance of Being Earnest (1895) karya Oscar Wilde


1. Act 1
1.1 Scene 1
Di apartemen Algernon Moncrieff pada tahun 1895, seorang pelayan masuk untuk menyiapkan teh pada sore hari. Setelah bermain piano di ruang sebelah, Algernon masuk. Algernon bertanya kepada Lane jika ia menyiapkan sandwich timun untuk Lady Bracknell. Kemudian, mereka membahas tentang pernikahan dan Algernon mengungkapkan bahwa pendapat Lane itu keterlaluan dan dia memaafkan Lane. Setelah Algernon merenungkan ketidakmampuan kelas bawah untuk memberikan contoh yang baik untuk kelas atas, Lane mempersilahkan Ernest Worthing (alias Jack), untuk masuk. Ketika Jack menyadari bahwa Lady Bracknell- bibi Algernon- dan Gwendolen, putrinya, akan datang untuk minum teh, dia mengungkapkan bahwa kedatangannya ke London adalah untuk melamar Gwendolen. Algernon menertawakan gagasan perkawinan, bersumpah ia tidak akan pernah menikah, Algernon mengatakan sebelum Jack bisa menikahi Gwendolen, dia harus membereskan masalahnya dengan Cecily.

Review Buku Lucy Pollard yang berjudul Guide to Teaching English

 Review Buku Lucy Pollard "Guide to Teaching English"

TAHUN 2008

 Buku ini dioterbitkan dalam bahasa Inggris dan isi setebal 71 Halaman, sedangkan yang diulas dibawah ini berfokus ke bab 1, bab 2 dan bab 6

Pendahuluan

Lucy Pollard’s Guide to Teaching English” oleh Lucy Pollard adalah buku yang ditujukan untuk membantu para calon guru maupun guru baru, khususnya yang berkecimpung dalam pengajaran bahasa Inggris. ("Lucy Pollard's Guide to Teaching English" by Lucy Pollard is a book aimed at helping prospective and new teachers, especially those involved in teaching English.) Buku ini terdiri atas 10 bab. Bab pertama membahas tentang ilmu basis dalam pengajaran bahasa Inggris. Kemudian pada bab kedua membahas tentang metode-metode pendekatan yang terdapat dalam pengajaran bahasa Inggris. Bab ketiga berfokus pada bagaimana cara seorang guru membawakan materinya di depan kelas serta bagaimana guru memandu jalannya pembelajaran keseluruhan di kelas. Lalu, penulis mulai berfokus pada setiap kemampuan bahasa, dimulai dengan babi ni yang keempat yang membahas tentang kemampuan berbicara (speaking) dan bagaimana cara guru untuk mengajarkan kemampuan ini. Dilanjutkan pada bab kelima berfokus pada kemampuan menyimak,lau pada bab keenam berfokus pada kemampuan membaca, pada ketujuh berfokus pada kemampuan menulis. Pada bab kedelapan penulis buku berfokus pada perencanaan pembelajaran, yang juga merupakan hal yang perlu dikuasai oleh guru sebelum melaksanakan pembelajaran. Penulis kemudian berfokus pada bagaimana cara guru mengoreksi kesalahan yang dilakukan oleh murid ketika pembelajaran di bab kesembilan. sebagai salah satu bagian dari manajemen kelas., Guru perlu mengetahui cara yang benar untuk mengoreksi kesalahan siswa agar masukan yang diberikan guru mampu diterima baik oleh siswa. Dan pada bab terakhir, penulis berfokus pada cara pengucapan selama berbicara di dalam pembelajaran, utamanya karena mata pelajaran kita adalah bahasa inggris, pengucapan kata yang benar merupakan hal essential yang perlu dikuasai para calon guru bahasa Inggris.

Dalam ulasan kali ini, para pengulas tidak mengulas buku ini secara keseluruhan dan setiap bab, melainkan berfokus pada 3 bab yang terdapat dalam buku ini, yakni bab pertama, kedua, dan keenam. Bab pertama dari buku ini merupakan landasan yang kuat bagi pendidik bahasa Inggris, karena menggambarkan komponen-komponen penting dalam proses mengajar dan pembelajaran. Oleh karena itu, bab ini memberikan pemahaman awal tentang topik-topik dasar yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam buku ini. selanjutnya bab kedua berisi tentang metode-metode pendekatan yang dapat dilakukan oleh guru untuk pendekatan dalam mengajar bahasa inggris. Terdapat 8 metode pendekatan yang diterangkan dalam bab ini, dan metode-metode pendekatan yang penulis terangkan dalam bab ini tersusun secara kronologis mulai dari metode pendekatan yang tergolong tradisional hingga ke metode pendekatan yang komtenporer. dan pada bab keenam menyaji kan berbagai macam keterampilan dan bagaimana cara mempraktikkannya dalam pembelajaran reading dimana saat ini sebagian besar guru lebih berfokus hanya kepada peningkatan kemampuan speaking dan listening, bab ini memberikan gambaran yang menyeluruh tentang keterampilan mengajar reading. Mulai dari penjelasan kegiatan, pelaksanaan kegiatan hingga tingkat keefektifan kegiatan tersebut.

SINOPSIS DRAMA Romeo and Juliet

SINOPSIS DRAMA Romeo and Juliet (1597) karya William Shakespeare


1. Act 1

Prologue

The chorus (seperti seorang narrator) naik keatas panggung dan membacakan sedikit latar belakang dari drama Romeo dan Juliet. 

1.1 Scene 1

Drama ini dibuka dengan dua pelayan dari keluarga Capulet, Sampson dan Gregory bercakap-cakap tentang kebencian mereka terhadap keluarga Montagues. Kemudian, beberapa pelayan keluarga Montague lewat, Sampson dan Gregory ingin memulai pertengkaran tetapi mereka tidak bisa dikarenakan peraturan yang dibuat oleh Pangeran Verona, yaitu siapapun yang memulai pertengkaran akan dipenjarakan. Jadi, Sampson dan Gregory pun mengolok-olok keluarga Montague dengan harapan pelayannyalah yang akan memulai pertengkaran tersebut. Dan alhasil, pertengkaran pun dimulai, dan pelayan dari kedua belah pihak saling bertengkar satu sama lain hingga kepala keluarga masing-masing muncul.

Sang pangeran pun datang dan membubarkan pertengkaran untuk menghindari kematian dari kedua belah pihak. Setelah pertengkaran dibubarkan, kepala keluarga Montague dan istrinya mendiskusikan tentang kelaukan anaknya, Romeo kepada sepupunya Benvalio (yang juga ikut dalam pertengkaran). Mereka meminta Benvolio untuk menyelidiki alasan dari kelakuan Romeo. Dan ternyata alasannya adalah karena Romeo sedang patah hati, karena cintanya tidak diterima oleh Rosaline. Benvalio pun menyarankan Romeo untuk melupakan Rosaline dan mencari perempuan lain.

Artikel Populer