Konon di sebuah desa pinggiran kota hiduplah seorang pengembala miskin bernama Yusuf. la tinggal di sebuah gubuk reot bersama kedua orang tuanya. Setiap pagi Yusuf menggiring kambing-kambingnya di tanggul sungai dekat rumahnya yang subur ditumbuhi rumput hijau, sore menjelang maghrib barulah pulang.
Walaupun hidup miskin dan serba kekurangan, Yusuf memiliki sifat mulia yan telah di tanamkan oleh kedua orangtuanya sejak ia masih kecil, yaitu kejujuran. Kejujurannya yang tinggi membuat Yusuf disenangi banyak orang, hingga ada seorang kaya di desa itu yang ikhlas membiayai sekolahnya hingga tamat SMA
.
Setelah tamat SMA Yusuf memutuskan untuk tetap tinggal di desa menemani kedua orangtuanya yang sudah tua dan sakit-sakitan. Siang itu Yusuf duduk di pinggir sungai memandangi kambing-kambingnya yang sedang merumput, sesekali ia memandang air sungai yang mengalir dengan tenang.
Tiba-tiba matanya tertuju pada sesuatu di hulu sungai. Setelah ia amati ternyata buah durian sebesar kepala mengapung terbawa arus.
Baca juga :
Baca juga :
“Wow! Durian...” Yusuf langsung menceburkan diri ke sungai untuk mendapatkan buah itu. Dibukanya durian itu, lalu ia melahapnya dengan nikmat.
“Hmm, enak...pasti baru jatuh dan pohon”. Dalam waktu singkat durian itu hanya tinggal biji dan kulitnya. Yusuf kekenyangan, ja merebahkan tubuhnya di hamparan rumput.
Tiba-tiba ia terngiang oleh ajaran orangtuanya,”Yusuf jangan sekali-kali kamu makan sesuatu yang bukan hakmu. Itu haram! Makanan haram yang kamu makan kelak di akhirat akan menjadi api yang membakar perutmu...” Yusuf terhenyak sambil memegangi perutnya. Naluri kejujurannya membuat ia gelisah,”Waduh bagaimana kalau durian tadi ada yang punya?” “Ah, aku kan tidak mencuri, aku hanya menemukan durian hanyut yang mungkin sudah direlakan oleh pemiliknya” “Tapi, bagaimana seandainya pemilik durian tidak rela? Celakalah aku perutku akan dibakar api! Oooh.. .gara-gara sebuah durian membuatku menderita di akhirat. Tidak! Aku tidak boleh tinggal diam. Akan kucari siapa pemilik durian itu. Aku akan memohon agar ia rnau merelakan buah durian yang telah aku makan.”
Yusuf segera menggiring kambing-kambingnya ke kandang. Ia menceritakan kejadian itu pada orang tuanya serta memohon ijin. Setelah itu ia berjalan menelusuri sungai. Matanya mencari-cari siapa tahu ada pohon durian yang turnbuh di pinggir sungai. Setelah sekian lama berjalan barulah Salirn menemukan apa yang ia cari, sebuah kebun yang ditumbuhi pohon-pohon durian dengan buahnya yang lebat.
“Assalamu ‘alaikum” sapa Yusuf kepada seorang laki-laki setengah baya yang sedang menyapu di dalam kebun durian. “Wa’alikumussalam Jawabnya. “Apakah Bapak yang memiliki kebun ini?” “Betul, namaku Haji Abdulloh pernilik kebun di sekitar sini Kamu siapa?”
“Saya Yusuf dari desa sebelah. Ia pun menceritakan kejadian yang berawal dari ketika ia menemukan durian hanyut di sungai sampai perasaan berdosa yang menghantuinya, hingga mendorongnya untuk mencari pemilik durian itu dan memohon kerelaan atas durian yang telah ia makan.
Haji Abdulloh rnanggut-manggut mendengar penuturan Yusuf dari awal hingga akhir. Ia salut akan kejujuran Yusuf. Dalam hati ia berkata, “Hmm baru kali ini aku melihat seorang pemuda yang benar-benar jujur dan amanah. Sampai sejauh ini berjalan kaki, hanya untuk memohon kerelaanku atas durian yang ia temukan di sungai dan telah habis ia makan.
Sebetulnya aku sudah merelakan semua buah-buahan di kebunku yang jatuh dari pohon untuk diambil siapapun. Apalagi sudah hanyut di sungai. Tapi baiklah, aku ingin menguji sampai dimana kejujuran dan kesungguhan dia untuk meminta kerelaanku”
“Yusuf, kalau memang kamu ingin mendapatkan kerelaan dariku, aku bersedia mengikhlaskan buah durian yang telah kamu makan tetapi setelah kamu melaksanakan syarat yang kuberikan.” “Seberat apapun syaratnya, Insya Allah saya sanggup melaksanakan, yang penting di akhirat kelak perut saya tidak dibakar api.” “Baiklah, kamu harus membantu saya bekerja di sawah dan merawat kebun ini selama satu tahun. Bagaimana? “Saya menerima syarat itu”.
Keesokan harinya Yusuf mulai bekerja membantu Haji Abdullah. Selesai sholat subuh ia sudah berangkat ke kebun Haji Abdullah. Semua pekerjaan ia lakukan dengan rajin, tekun dan penuh semangat seolah tidak mengenal capek. Ia hanya beristirahat untuk shalat dan makan siang, lepas maghrib barulah ia pulang Kebun Haji Abdullah terawat dengan baik. Yusuf tidak menyadari bahwa dian-diam Haji Abdullah selalu memperhatikan saat ia bekerja.
Ia kagum dengan. kesungguhan Yusuf dalam melaksanakan syarat yang diberikannya, kerjanya keras, rajin dan tidak pernah rnengeluh sedikitpun. “Tidak seperti umumnya pemuda jaman sekarang, senang tidur, berfoya foya, hura-hura tapi malas bekerja. Mereka hanya rnenyusahkan orang tua, minta uang seenaknya. Yusuf memang lain...
Waktu berjalan begitu cepat, setahun sudah Yusuf mengabdi pada Haji Abdullah. Namun Yusuf berniat ingin menambah pengabdian sebulan lagi sebagai tanda syukurnya bahwa durian yang ia makan tahun lalu, akan mendapat ridho pemiliknya. Selama bekerja pada haji Abdullah Yusuf telah meninggalkan kesan yang baik yang tidak bisa dilupakan olehnya.
“Kalau saja Yusuf mau, aku ingin ia tetap tinggal bersamaku selamanya...” Haji Abdulloh tidak bisa memungkiri dirinya bahwa ia telah terpikat oleh kebaikan budi pekerti dan kejujuran Yusuf. Ia memutuskan untuk menjadikan Yusuf menantunya. Istri Haji Abdulloh pun setuju. Narnun sekali lagi Haji: Abdullah ingin menguji kejujuran dan ketulusan hati Yusuf.
Suatu sore ia memanggil Yusuf, “Yusuf, aku menyaksikan bahwa kamu telah sungguh-sungguh meiaksanakan syarat yang kuberikan selarna satu tahun bahkann kamu menambahkan lagi selama satu bulan. Namun aku belum sepenuhnva merelakan durian itu sebelum kamu melaksanakan satu syarat lagi”
“Pak Haji, saya sudah bertekad bahwa apapun syarat yang Pak haji berikan Insya Allah akan saya terima demi mendapat keridhoan dari Pak haji, sehingga di akhirat kelak perut saya tidak dibakar oleh Alloh”
“Baiklah, syarat berikutnya adalah kamu harus menikahi putriku yang sekarang sedang menuntut ilmu di pondok pesantren. Tapi kamu harus tahu bahwa putriku itu buta rnatanya, tuli dan bisu. Bagaimana?” “Kalau memang dengan cara begitu Pak Haji bisa ridho, Insya AlIah akan saya jalani”.
Akhirnya pada saat yang ditentukan, pernikahan antara Salirn dengan putri Haji Abdullah dilaksanakan. Para undangan memadati ruang tamu. Acara pernikahan pun berlangsung tertib dan khidmat dengan menggunakan adat Betawi.
Wajah mernpelai wanita tertutup rapat dengan pakaian adat. Selama prosesi dilakukan dengan menggunakan isyarat karena diketahui bahwa mempelai wanita kondisinya buta, bisu dan tuli.
Di malam pengantin, jantung Yusuf berdebar kencang. Para tamu sudah pulang, Pak Haji dan istrinya terlelap karena kecapekan. Kini, di dalam kamar pengantin hanya tinggal Yusuf dan putri pak haji, tidak sepatah kata pun keluar dan mulutnya.
Dengan berdebar-debar ia mendekati istrinya, ia telah mempersiapkan mental untuk bisa menerima istri yang cacat. Dengan lembut ia membuka penutup wajah istrinya, Lalu... “Haah??...” Yusuf terpengarah demi melihat seorang gadis berparas cantik di depannya, mata bersinar dengan bulu mata yang lentik
“Assalamu ‘alaikum suamiku. Allah telah memilihku untuk menjadi istrimu. Aku siap melayanimu....” Seorang Yusuf yang jujur dan amanah bukan malah gembira melihat keadaan ini. ia takut.
Jangankan menyentuh, mendekatpun tidak berani. Pikirannya berkecamuk. “Kenapa bisa begini? Istriku kan buta, bisu dan tuli. Dan dia memang cantik dan sempurna tapi aku tidak boleh melakukannya. Aku tidak mau berzina. Dia bukan istriku, siapa dia? Mengapa berada dikamarku? Dimana istriku yang sebenarnya?”
Yusuf mengharnbur keluar menuju teras rumah. Ia memikirkan kejadian yang baru dialaminya, lalu ia tertidur sampai terdengar adzan subuh. Ketika pak haji membuka pintu untuk sholat subuh di masjid ia terkejut demi melihat Yusuf meringkuk di atas kursi.
“Yusuf, bangun. Yusuf...” “Oaaaahm, i-iya pak,” dengan mata yang masih mengantuk ia menceritakan kejadian semalam. “Saya tidak mengerti, kenapa semalam istri saya yang buta, bisu dan tuli tidak ada di kamar, yang ada hanya seorang perempuan cantik yang berusaha menggoda saya. Ini tidak lucu”.
Haji Abdulloh tersenyum, ia bangga dengan kesucian hati Yusuf,”Fatirnah: Kemarilah....” Gadis cantik yang ditemuinya semalam muncul di hadapan Yusuf. “Yusuf. Fatimah adalah anak gadisku satu-satunya. Dialah istrimu sebenarnya. Adapun aku mengatakan ia buta, bisu dan tuli hanyalah sekedar kiasan.
Selama ini putriku tinggal di pondok pesantren, ia buta dari hiburan hjburan televisi dengan acara yang mengarah pada kemaksiatan, kemusyrikan dan kesesatan. Bisu dari pembicaraan jelek, mencela, menghujat dan menfitnah. Dan ia tuli dari pendengaran yang maksiat, fitnah dan nyanyian-nyanyian syirik. Setiap hari ia hanya mendengar ayat-ayat Allah. Dia adalah Fatimah.
Berbahagialah anakku. Fatimah, Insya AIlah engkau akan menjadi seorang istri yang sholihah. Dan kau Yusuf, Insya Allah engkau akan menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab. Semoga AIIah menjadikan kalian keluarga yang sakinah.”
Bagikan ke WhatsApp
No comments:
Post a Comment
Selamat datang di Blog Saya, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel. Terima Kasih.