ADAKAH GLOBALISASI JADI HANTU PENGIKIS KEBUDAYAAN?
Dalam sejarah perjalanan kehidupan, manusia selalu hidup dalam keadaan berkelompok dan membentuk komunitas-komunitas. Kemudian dari komunitas tersebut terciptalah sebuah kebudayaan yang menjadi ciri dan kekhasan yang tak dimiliki oleh komunitas dan kelompok lainnya.
Kebudayaan yang tercipta dapat berupa kebiasaan, bahasa, bentuk-bentuk hiburan hingga hal-hal yang dianggap sakral atau kepercayaan-kepercayaan yang bersifat turun temurun. Kebudayaan tersebut dipertahankan sebagai kearifan yang selalu dijunjung tinggi nilai-nilainya.
Salah satu bentuk kebudayaan yang terdampak dengan globalisasi ini adalah sastra lisan, Sastra lisan merupakan wujud dari penggambaran masyarakat purba atau nenek moyang umat manusia mengekspresikan gejolak jiwa dan renungannya tentang kehidupan.
Emosi cinta diungkapkan lewat puisi-puisi sentimental, binatang buas yang dihadang dan dijinakkan dengan mantra-mantra, dll. Kehadiran sastra lisan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan cerminan solidaritas dan pengenal identitas yang disampaikan secara lisan dan memiliki tujuan tertentu.
Pesatnya perkembangan informasi dan teknologi menyentuh masyarakat dengan waktu yang tidak lama. Begitu pula hal yang terjadi pada masyarakat kita. Namun, seiring dengan percepatan informasi dan kemudahan akses yang menjangkau seluruh belahan dunia dengan begitu cepat, hal tersebut rupanya menimbulkan hal yang merugikan.
Masyarakat menjadi latah dan mematok kebudayaan, gaya, dan kebiasaan luar menjadi standar baru yang dianggap benar dan dicap sebagai sebuah kewajaran meski tidak sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan nenek moyang.
Baca Juga
Baca Juga
Banyaknya turis asing yang datang juga selaras dengan perkembangan dan modernisasi yang pesat. Isu-isu globalisasi yang marak digaungkan juga menyentuh menyarakat dengan waktu yang tidak lama. Budaya modern yang muncul berupa teknologi semakin mempermudah berbagai urusan manusia. Dengan demikian, hal-hal yang berasal dari luar negara dan di luar kebudayaan dapat diterima dengan tangan terbuka atas nama kebaikan dan kemajuan di ranah internasional.
Namun, seiring dengan percepatan informasi dan kemudahan akses yang menjangkau seluruh belahan dunia dengan begitu cepat, hal tersebut rupanya menimbulkan hal yang merusak.
Disadari atau tidak, isu globalisasi ini menjadi hantu yang memberi ketakutan bagi kebudayaan asli kita. Mengapa? Karena kemudahan ini menjadikan masyarakat dengan mudah dapat menjangkau kehidupan di luar sana. Masyarakat menjadi latah dan mematok kebudayaan, gaya,dan kebiasaan luar menjadi standar baru yang dianggap benar dan dicap sebagai sebuah kewajaran.
Disadari atau tidak, isu globalisasi ini menjadi hantu yang memberi ketakutan bagi kebudayaan asli kita. Mengapa? Karena kemudahan ini menjadikan masyarakat dengan mudah dapat menjangkau kehidupan di luar sana. Masyarakat menjadi latah dan mematok kebudayaan, gaya,dan kebiasaan luar menjadi standar baru yang dianggap benar dan dicap sebagai sebuah kewajaran.
Hal yang menyedihkan adalah seiring perjalanan waktu orang-orang menjadi asing dengan kebudayaan sendiri dan menganggap kebudayaan luar sebagai bagian yang wajar dan lebih dicintai. Perkara ini menjadikan masyarakat banyak berfikir bahwa budaya tradisional sudah tidak sesuai dengan era sekarang. Kebudayaan, kesenian, tak lebih dari hal kolot yang sudah ketinggalan zaman.
Penyerapan kebudayaan asing yang begitu berlebihan ini tidak hanya membuat masyarakat krisis budaya, namun juga krisis moral. Nilai-nilai adab dan moral runtuh serta mulai ditinggalkan, membuat masyarakat kehilangan jati diri.
Hal ini juga sejalan dengan berkurangnya apresiasi, antusias dan pengenalan generasi muda terhadap tradisinya. Padahal nilai-nilai dalam tradisi sastra lisan nenek moyang banyak berisi petuah untuk menyaring pengaruh negatif dan kemunduran moral.
Sebagai warga negara dan pelanjut kebudayaan, generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga keberlangsungan dan keanekaragaman untuk tetap lestari. Hal ini agar kebudayaan tidak punah dan negara tetap memiliki ciri khas sendiri.
Selain itu, dengan peduli akan kebudayaan dan giat untuk melestarikannya, kita juga turut berperan dalam perbaikan moral yang sudah mulai terjerat oleh budaya asing dan dari segala pengaruh negatif. Kesenian, kebudayaan merupakan aset penting yang tak ternilai harganya.
Kebudayaan mulai dari lisan, tulisan hingga gerak dan pakem-pakem merupakan sebuah lambang dari sebuah peradaban, jika hal tersebut hilang dan tergantikan oleh kebudayaan asing maka kita secara tidak langsung telah kehilangan jati diri.
Betapa cacatnya sebuah negara yang kehilangan jati diri, kehilangan identitas dan asal usul. Anak cucu kita hanya akan mengenal istilah istilah dan kebiasaan barat, buta atau bahkan tak tahu bahwa di negaranya sendiri dahulu terdapat kekayaan budaya yang melimpah.
Disamping itu, kebanggaan apa lagi yang kita miliki jika seluruh identitas dan hal-hal yang kita agungkan berasal dari luar? Kita hanya latah akan pengaruh asing yang masuk dan menjadi virus di negara sendiri.
Kebaikan-kebaikan dan nilai luhur akan perlahan luntur dan masyarakat akan menjadi sibuk dengan dunia sendiri, tak lagi memiliki kebiasaan gotong royong dan cinta tanah air.
Begitu mengerikan suasana yang akan terjadi jika hal tersebut terus menerus dibiarkan. Sebelum bencana itu terjadi, kita harus mengambil peran masing-masing untuk menyelamatkan kebudayaan dari segala kemungkinan terburuk.
Menjaga kebudayaan tak berarti menolak hal-hal dari luar, namun lebih selektif dalam mengambil keputusan. Di dunia modern seperti sekarang ini, tak dapat dipungkiri bahwa globalisasi juga memberi kemudahan bagi kelancaran berbagai urusan, namun jangan sampai globalisasi yang menjalar-jalar itu membuat kita terluput dan tidak bijaksana.
Bagikan ke WhatsApp
No comments:
Post a Comment
Selamat datang di Blog Saya, silakan beri komentar Anda di artikel ini, berkomentarlah yang sopan dan sesuai isi artikel. Terima Kasih.